menjalani kehidupan dengan satu tekad
Rasa manis tak akan terasa sebelum di kecap oleh lidah,
Sungguh... kehidupan pun tak akan terasa bahagianya sebelum coba tuk dijalani.
Menjadi istri dan bunda yang terus berbenah..
Banyak khilaf yang mewarnai hari..
Banyak amarah, ego yang masih salah ditempatkan..
Tapi itulah alasan utama saya terus belajar n menjalani kehidupan sebagai istri dan bunda.
Menjadi pembelajar sejati yang terus memupuk semangat
Sungguh bukan hal mudah melakoninya di usia yang harusnya sudah ber-title Sarjana muda
Sungguh menjadi tantangan dalam membagi raga dan fikiran dalam tiga peran
Sungguh membutuhkan kerja keras dan kebijakksanaan dalam mengatur income dan output yang harus dikeluarkan per semester
Tapi itulah alasan kuat bagi saya semakin bersemangat menjalani kehidupan sebagai mahasiswa jurusan managemen
Menjadi karyawan yang terus meng-upgrade kemampuan diri
Terus belajar ditengah omelan atasan
Terus memperbanyak ilmu di sela-sela kesalahan yang ku buat
Terus memperbaiki kinerja di antara tuntutan-tuntutan atasan
Tapi itulah alasan kokoh sehingga saya semakin berkinerja menjalani kehidupan sebagai karyawan bid. perekonomian.
dan inilah saya.... tetap berdiri sebagai layaknya SAYA yang saya impikan...
MURSYIDAH MESRA
Engkau berfikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas (Ali bin Abi Thalib)
Kamis, 27 September 2012
Senin, 12 Maret 2012
EPISODE UNIVERSITAS KEHIDUPAN
Bersyukurlah akan ketidak mampuan...
karena darinya-lah kita belajar untuk mampu..
Sampai pada titik ini, ternyata ada banyak hal yang patut aku syukuri menjadi mahasiswa di Universitas Kehidupan. Universitas ini otomatis memasukkan semua manusia di dunia ini menjadi mahasiswanya, tapi hanya sebagian diantaranya yang bisa menerima materi kuliahnya, dan mengambil kesimpulan dari setiap pelajaran dari kehidupan itu sendiri.
23 tahun usia yang aku jalani, walau tidak serumit alur cerita sebuah sinetron, tapi 23 lembar tahun cukup bagiku untuk memetik banyak pelajaran. Tempaan kehidupan sampai di usia saat ini ku berdiri, ternyata menjadi jalan tuk memperbesar kapasitas diriku.
Masih jelas terkenang, tepat 7 tahun yang lalu kehidupan rumah tangga ku mulai di usia yang belum genap 20 tahun. Pemaksaan diri untuk menjadi lebih dewasa dari usia yang sebenarnya. Dan ternyata pemaksaan itu berbuah manis, aku lebih bertanggung jawab dengan kehidupan yang ku jalani.
Juga masih bisa ku putar dengan jelas seluruh kenanganku berpindah-pindah rumah kontrakan sampai 5 kali, kemudian akhirnya bisa kredit rumah tipe 30 dengan luas 5x6 meter.
kemudian ingatanku berkelana lagi saat buah hati yang kami tunggu-tunggu menemui Rab-nya sebelum sempat bertemu kami, orang tuanya. Keguguran itu bahkan terulang 2 kali. Ujian kehidupan yang menuntut kami untuk tawakkal pada kehendak-Nya.
Ah, kehidupan memang terus memberikan materi kuliahnya meski tak diminta.
Sempat ekonomi keluargaku nge-drop, gaji yang memang sudah pas-pasan, harus kena pemotongan dari perusahaan, Jadilah jalan satu-satunya untuk mengamankan perut dengan mencari penghasilan lain. Berjualan adalah ide yang paling realistis karena tak butuh keterampilan tingkat tinggi. Maka mulailah kami berjualan es buah dititipkan di koperasi Rumah sakit, siangnya aku berjualan pop ice di rumah, bila subuh menjelang, aku sibuk di dapur menyiapkan jualan nasi uduk. Sebenarnya tak pernah terbayang sebelumnya aku bisa melakukan hal seperti itu,karena sejak kecil aku adalah tipe anak yang gengsinya selangit, berjualan adalah hal yang paling memalukan. Bahkan sampai saat usaha jualan itu ku lakoni, rasa gengsi itu terus mengganggu. Rasanya wajahku ingin ku sembunyikan sejenak dalam baju saat harus mengantarkan jualanku ke tempat kerja suami. Atau rasa ogah menerima dengan tangan sendiri hasil jualannya dari penjaga koperasi. Lagi, kehidupan mengajarkan materi pantang menyerah dan percaya diri dari kondisi kesusahan seperti ini.
Dulunya, aku tak begitu senang dengan tantangan, aku selalu manyun bila guru memberi games di awal kelas dengan pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Ternyata Dosen kehidupan tau itu, maka Dia pun memberikan materi itu secara tak terduga.
Sore itu suami pulang membawa kabar yang tak menyenangkan. Beliau dipindah tugaskan oleh Rumah Sakit ke cabangnya yang terletak di bagian tengah pulau Jawa, padahal saat itu, kami berdomisili di bagian baratnya.
Terbayang bagaimana menyedihkannya hidup di perantauan tanpa sanak saudara satu pun, dan kini harus ditinggal pula oleh suami tercinta. Hanya ada si bayi Nada yang menemani. Tapi kepindahan itu bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah komando. Jadi dengan hati yang ditegar-tegarkan aku mengantar suami pergi.
Kini tinggal aku, baby nada dan sebuah sepeda motor yang bisa menjadi pengganti suami dalam mengurusi berbagai hal urusan external. Masalahnya aku belum mahir mengendarainya, paling sempat muter-muuter di alun-alaun, itu pun ada sang suami sebagai rem dan standar kedua.
Barang kebutuhan mulai habis, air gallon pun tinggal beberapa teguk, padahal depot pengisian air mineral hanya ada di pusat kota yang berjarak sekitar 10 km dari rumah. Dari ruang tamu si sepeda motor yang terparkir berhari-hari seakan menantang tuk di kendarai menuju pasar dan depot air. Desakan dapur dan rasa takut saling beradu. Apakah menaklukkan rasa takut, atau terpaksa masak air minum dan makan mie instan selamanya karena pake angkot pun sama ribetnya. Akhirnya tantangan si sepeda motor ku terima, walau keringat dingin mengucur deras saat motor itu mulai ku naiki, ku kuatkan diri tuk tidak menyerah dan tetap berangkat.
Baru sampai gang depan rumah, aku sudah jatuh bersama si sepeda motor, karena tak ada yang menolong, aku bangkit sendri dan memberdirikan sepeda motorku. Kakiku lebam-lebam, bahkan ada yang luka, si sepeda motor pun tak luput dari lecet-lecet, tapi dasar sepeda motor sinting, dia tetap menantangku tuk melanjutkan perjalanan. Karena tak mau di bilang pengecut, aku menerrima tantangannya lagi. Kembali kami melanjutkan perjalanan dalam aroma persaingan. Ternyata si sepeda motor menderita luka yang lebih serius dari sekedar lecet-lecet. Stang kaki bagian kiri depan bengkok, sehingga mengganggu pengoperan persnelinnya, karena takut terjadi apa-apa, ku putuskan untuk mengistirahatkannya di bengkel, dan mengambilnya kembali sepulang dari pasar.
Lebam dan lecet masih terasa, tapi perasaan menang dan puas lebih menggerogoti hatiku malam itu. Ternyata rasa takut harus di taklukkan, bukannya di hindari. Karena hasilnya lebih memuskan. Sejak saat itu aku bisa dan berani mengendarai motor sendiri.
(to be continue)
Senin, 25 Juli 2011
UKURAN SEBUAH MASALAH
Sore tadi kumulai dengan sebuah senyum semangat untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan kampus putri tempatku mengabdikan diri saat ini. Dengan niat yg insya Allah baik, kusiapkan kedua buah hatiku untuk ikut bersamaku ke kampus putri. Sebuah terobosan baru telah kususun. Sebuah sistem kepembinaan yang lebih tertata dan terprogram dengan baik, sehingga seluruh program pesantren dapat berjalan lebih baik.
Langkah kaki ini terasa enteng, walau sebuah ransel besar tersandang di pundak, meski kedua buah hatiku tak berhenti membuatku mengoceh dalam perjalanan karena tingkah aktif mereka. B \erbagai rencana telah tergambar dalam otak, step by stepnya sudah tersusun rapi dalam perencanaan jangka pendek, membuat asaku makin kuat tuk menjadi lebih baik bersama pesantrenku tercinta.
Pintu gerbang yang tinggi n megah menyambut semangatku, taman yang tertata rapi, begitupun air mancur Pesantren putri dengan gemericiknya ikut bernyanyi menyaksikan kedatanganku, ahhh...ditambah pohon-pohon nan asri yang berjajar rapi di sisi mal'ab(lapangan olahraga) semakin menyejukkan fikiranku. Tapi ada yang mengusik semua kebahagiaan sore itu. Sebahagian besar santri asyik berbincang-bincang ditengah sampah yang berserakan sejauh mata memandang, hanya beberapa santri yang tengah menyirami bunga-bunga yang telah sekarat antara hidup dan mati. Kucari petugas kebersihan yang bertugas, semua santri hanya menggeleng tanda tidak tahu atau tidak mau tahu. Kususuri tiap kamar, berharap bagian kebersihan sedang mengontrol ditiap kamar, tapi aku makin kecewa.Aku merasa bekerja sendiri, tak ada teamwork yang selama ini telah dibentuk. Dengan nata yang mulai berkaca-kaca karena batin yang terus berkecamuk, kukerahkan santri secara langsung, walau dalam protapnya, pembina juniorlah yang melaksanakan pekerjaan tersebut.
Sahut-sahut terdengar dari kejahuan suara beberapa orang tengah berbincang-bincang diselingi gelak tawa yang membahana. Aku dapat mengenali dengan jelas siapa mereka. Merekalah kumpulan pembina junior yang tengah asyik dengan dunia meeka sendiri tanpa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai orang-orang yang diberi amanah untuk membimbing santri.
Ah...mereka dengan sengaja melalaikan semua amanah itu dengan alasan mereka tak diberi tanggung jawab, atau tanggung jawab mereka diambil alih oleh pembina senior. Mereka makin menjaga jarak dan memasang jurus masa bodoh dengan semua kejadian yang menimpa santri, baik itu yang kesurupan massal, yang pingsan, asma sampai yang terhukum. Merka seakan tenggelam dalam kasur mereka dalam asrama atau malah menghilang tanpa jejak tanpa permisi meninggalkan asrama.
Runtuh semua pertahananku, airmata yang tadinya hanya menganak sungai, kini bagai air bah yang tak sanggup lagi terbandung. kuterduduk dibawah rimbunan pohon menangisi diri sejadi-jadinya, entah apa yang ada di benak santri yang melihatku, tapi hanya itu yang sanggup kulakukan untuk melepaskan sedikit kekecewaan yang menghimpit dada.
Kuputuskan untuk pulang saat itu juga, di kala senja tengah memerah, di saat azan magrib menggema sambil mengetik sebuah sms pada direktur bahwa aku mau resign.
kutenangkan diriku dalam shalat, berharap Allah menghapus kesedihan yang memenuhi jiwaku. Rasanya tak ada gunanya keberadaanku di kampus kalau juniorku tak mau bekerja sama denganku, yang ada hanya lelah fiisk dan pikiran. Toh mereka maunya hanya menurut pada satu pembina yang sebelumnya bebas tugas karena kepergiannya berumrah. Ah..sudahlah, rutinitas kampus kan berjalan seperti semula tanpa kehadiranku , pikirku saat itu. sampai sebuah telepon masuk di hpku, ternyata sang direktur.Dia hanya menanyakan sebab sms tadi terkirim ke hpnya. Beliau tidak banyak berkomentar, hanya menyarankanku tuk menaklukkan hati para pembina junior itu, walau jiwaku berbisik bahwa hatiku telah KO duluan sebelum menaklukkan hati mereka.
Tak lama berselang, sebuah sms dari sang direktur kembali manyapa hapku, isinya lumayan menghibur
"Garam akan terasa asin di segelas air, tetapi akan terasa segar di sebuah telaga. Garam ibarat masalah, jika wadahnya kecil, ia akan teraasa menyesakkan, tap bila wadah kita luas maka masalah akan membuat hidup kita menyenangkan"
walau aku tidak seratus persen mengamini nasehatnya, tapi setidaknya aku dapat mentafakkuri bahwa ukuran sebuah masalah ditentukan oleh manusia itu sendiri, besar-kecilnya, berat-ringannya,banyak-sedikitnya tetap kembali pada orang yang menhadapi masalah itu. Yang dibutuhkan hanya kelapangan dada untuk menampung masalah yang menghampiri dan berusaha menyelesaikan semuanya secara bijaksana.
wallahu a'lam
Langkah kaki ini terasa enteng, walau sebuah ransel besar tersandang di pundak, meski kedua buah hatiku tak berhenti membuatku mengoceh dalam perjalanan karena tingkah aktif mereka. B \erbagai rencana telah tergambar dalam otak, step by stepnya sudah tersusun rapi dalam perencanaan jangka pendek, membuat asaku makin kuat tuk menjadi lebih baik bersama pesantrenku tercinta.
Pintu gerbang yang tinggi n megah menyambut semangatku, taman yang tertata rapi, begitupun air mancur Pesantren putri dengan gemericiknya ikut bernyanyi menyaksikan kedatanganku, ahhh...ditambah pohon-pohon nan asri yang berjajar rapi di sisi mal'ab(lapangan olahraga) semakin menyejukkan fikiranku. Tapi ada yang mengusik semua kebahagiaan sore itu. Sebahagian besar santri asyik berbincang-bincang ditengah sampah yang berserakan sejauh mata memandang, hanya beberapa santri yang tengah menyirami bunga-bunga yang telah sekarat antara hidup dan mati. Kucari petugas kebersihan yang bertugas, semua santri hanya menggeleng tanda tidak tahu atau tidak mau tahu. Kususuri tiap kamar, berharap bagian kebersihan sedang mengontrol ditiap kamar, tapi aku makin kecewa.Aku merasa bekerja sendiri, tak ada teamwork yang selama ini telah dibentuk. Dengan nata yang mulai berkaca-kaca karena batin yang terus berkecamuk, kukerahkan santri secara langsung, walau dalam protapnya, pembina juniorlah yang melaksanakan pekerjaan tersebut.
Sahut-sahut terdengar dari kejahuan suara beberapa orang tengah berbincang-bincang diselingi gelak tawa yang membahana. Aku dapat mengenali dengan jelas siapa mereka. Merekalah kumpulan pembina junior yang tengah asyik dengan dunia meeka sendiri tanpa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai orang-orang yang diberi amanah untuk membimbing santri.
Ah...mereka dengan sengaja melalaikan semua amanah itu dengan alasan mereka tak diberi tanggung jawab, atau tanggung jawab mereka diambil alih oleh pembina senior. Mereka makin menjaga jarak dan memasang jurus masa bodoh dengan semua kejadian yang menimpa santri, baik itu yang kesurupan massal, yang pingsan, asma sampai yang terhukum. Merka seakan tenggelam dalam kasur mereka dalam asrama atau malah menghilang tanpa jejak tanpa permisi meninggalkan asrama.
Runtuh semua pertahananku, airmata yang tadinya hanya menganak sungai, kini bagai air bah yang tak sanggup lagi terbandung. kuterduduk dibawah rimbunan pohon menangisi diri sejadi-jadinya, entah apa yang ada di benak santri yang melihatku, tapi hanya itu yang sanggup kulakukan untuk melepaskan sedikit kekecewaan yang menghimpit dada.
Kuputuskan untuk pulang saat itu juga, di kala senja tengah memerah, di saat azan magrib menggema sambil mengetik sebuah sms pada direktur bahwa aku mau resign.
kutenangkan diriku dalam shalat, berharap Allah menghapus kesedihan yang memenuhi jiwaku. Rasanya tak ada gunanya keberadaanku di kampus kalau juniorku tak mau bekerja sama denganku, yang ada hanya lelah fiisk dan pikiran. Toh mereka maunya hanya menurut pada satu pembina yang sebelumnya bebas tugas karena kepergiannya berumrah. Ah..sudahlah, rutinitas kampus kan berjalan seperti semula tanpa kehadiranku , pikirku saat itu. sampai sebuah telepon masuk di hpku, ternyata sang direktur.Dia hanya menanyakan sebab sms tadi terkirim ke hpnya. Beliau tidak banyak berkomentar, hanya menyarankanku tuk menaklukkan hati para pembina junior itu, walau jiwaku berbisik bahwa hatiku telah KO duluan sebelum menaklukkan hati mereka.
Tak lama berselang, sebuah sms dari sang direktur kembali manyapa hapku, isinya lumayan menghibur
"Garam akan terasa asin di segelas air, tetapi akan terasa segar di sebuah telaga. Garam ibarat masalah, jika wadahnya kecil, ia akan teraasa menyesakkan, tap bila wadah kita luas maka masalah akan membuat hidup kita menyenangkan"
walau aku tidak seratus persen mengamini nasehatnya, tapi setidaknya aku dapat mentafakkuri bahwa ukuran sebuah masalah ditentukan oleh manusia itu sendiri, besar-kecilnya, berat-ringannya,banyak-sedikitnya tetap kembali pada orang yang menhadapi masalah itu. Yang dibutuhkan hanya kelapangan dada untuk menampung masalah yang menghampiri dan berusaha menyelesaikan semuanya secara bijaksana.
wallahu a'lam
Sabtu, 23 Juli 2011
dunia baruku, ladang pahala baruku -amazing-
Alhamdulillah, Allah-lah pemilik segala ilmu yang Maha luas karena Dia adalah Al-alim atau Maha Mengetahui. maka sepatutnyalah kita bersyukur atas bertambahnya ilmu kita setiap waktu, walaupun hanya secuil bahkan mungkin terkadang tak disadari bahwa ilmu kita telah bertambah.
Beberapa hari lalu, Allah membagi secuil ilmu Nya padaku.Lewat seorang teman yang mengajakku ikut dalam sebuah acara learning by blogging, akhirnya ilmu tersebut dapat aku aplikasikan langsung n menjadi nyata terlihat.inilah ilmu baruku, melek berblog. punya blog pribadi, bisa menulis apapun di blog, dan menggiringku kepada sebuah motto baru yaitu: menulis adalah ibadah. Yang mana menginspirasiku untuk senantiasa menulis tentang kebenaran dan senantiasa menshare kebenaran itu. Ketika menulis diniatkan sebagai ibadah, maka tidak ada isi dari tulisan kita selain sebuah kebenaran dan kebaikan, dan kebenaran itu harus disebarkan setiap hari.
semoga niatku senantiasa terjaga, agar blog ini dapat menjadi syafaatku di akhirat kelak.amin
Beberapa hari lalu, Allah membagi secuil ilmu Nya padaku.Lewat seorang teman yang mengajakku ikut dalam sebuah acara learning by blogging, akhirnya ilmu tersebut dapat aku aplikasikan langsung n menjadi nyata terlihat.inilah ilmu baruku, melek berblog. punya blog pribadi, bisa menulis apapun di blog, dan menggiringku kepada sebuah motto baru yaitu: menulis adalah ibadah. Yang mana menginspirasiku untuk senantiasa menulis tentang kebenaran dan senantiasa menshare kebenaran itu. Ketika menulis diniatkan sebagai ibadah, maka tidak ada isi dari tulisan kita selain sebuah kebenaran dan kebaikan, dan kebenaran itu harus disebarkan setiap hari.
semoga niatku senantiasa terjaga, agar blog ini dapat menjadi syafaatku di akhirat kelak.amin
Langganan:
Postingan (Atom)